Bagi yang biasa pulang kampung, tentu mempunyai alur yang hampir sama dengan alur pulang kampung saya. Tapi tentu ada-ada saja pengalaman yang unik dalam tiap kejadian yang dilalui seseorang. Belakangan ini memang saya sering menenteng camera digital, sambil plesiran dalam maupun luar kota Makassar.
Saya sekarang menetap kurang lebih 10 tahun lebih di Kota Makassar. Dari tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) saya pun menjajaki tanah Makassar, dan melanjutkan sekolah di Kota Anging Mammiri. Letak kampung saya, yahh lumayan jauh dari kota Makassar, Pinrang nama salah satu kabupaten di daerah propinsi Sulawesi Selatan. Dulunya belum m emiliki kendaraan sendiri, jadi pakai angkutan luar kota saja. Bayarannya masih sekitar Rp.15 ribu untuk sampai di Kota Makassar. Kalau dihitung jarak perjalanan dari kampung saya, bisa menempuh 5 jam perjalanan, dan melewati 4 kabupaten berbeda (Pare pare, Barru, Pangkep, Maros dan sampai di kota Makassar), 150 km kurang lebih perkiraan jaraknya.
| Ibu Penjual Dange di Segeri Pangkep |
Hingga saya akhirnya memutuskan untuk membeli sepeda motor agar dapat menikmati perjalanan pulang kampung. Jika menggunakan angkutan kota, agak sedikit tidak bebas. Dibatasi oleh penumpang lain dan jadwal perjalanan dari sang supir. Selain itu saya sedikit mabuk perjalanan, saya kurang menyenagi suasana dalam mobil angkutan kota, dari mulai suasana yang berdesak-desakan dalam waktu 5 jam hingga bau yang kurang sedap di atas mobil. uiihhh kalau ngat itu jadi rasanya pusing lagi , yahhhh.
Kalau sekarang di tahun 2014 ini, jalanan trans sulawesi menuju kampung saya sudah mulus, hanya sedikit lubang-lubang yang anda akan di dapati diperjalanan, jadi cukup nyaman sebenarnya. selain itu jalanan sudah diperlebar oleh pemerintah, proyek yang sudah berjalan sekian lamanya.
Singgah Dan Nyantai di Penjual Kue Dange di Segeri Pangkep"
| Jalan di Kabupaten Barru |
Menjelang siang ini, jalan lancar-lancar saja, tak ada macet yang menimpa. Sepeda motor pun berlari dengan nada mulus menyusuri lurusnya jalanan di dua kabupaten maros dan pangkep. Ada kebiasaan yang sering dilakukan oleh para pengendara di jalan trans sulawesi ini, mereka kadang singgah di warung-warung terdekat. biasanya berada di daerah pertengahan perjalanan menuju pinrang. Kami biasa singgah di segeri, ada makanan enak disana, kue yang terbuat dari beras ktan hitam, mereka menamakannya Dange. Saya pun singgah dan langsung memesan kopi hitam serta tak lupa dangenya. Suasana empang dan hamparan pegunungan Kars, mewarnai tepi jalan , penjual Dange yang saya singgahi. Masih kurang lebih 2,5 jam perjalanan agar bisa sampai di kampung saya. Warung dange di segeri ini, memang sudah biasa saya tongkrongi kalau pulang kampung.
Lumayan panjang juga cerita saya dengan ibu penjual dange, hingga pertanyaan saya dijawabnya satu persatu. Ibu, siapa yang pertama menjual dange di daerah sini, yahhh... Si ibu menjawab : Itu adalah nenek saya, nenek saya kan pendatang di daerah ini, dia pertama berjualan dange kecil-kecilan. Tiap hari bersepeda untuk menyiapkan bahan kue dangenya, terigunya di bawa ke pabrik untuk dihaluskan, hingga orang-orang kampung kadang juga ada yang mencibirnya, apalagi yang anda jual itu...Tapi seiring waktu berlalu, nenek saya akhirnya bisa membeli barang-barang dari hasil penjualan dangenya, supir-supir banyak yang singgah, hingga orang-orang kampung sini pun akhirnya ikut juga menjual dange... itu berlangsung kira-kira belasan tahun lalu. Si ibu rupanya mewarisi bakat dari keluarga, hingga memuutskan untuk menjual dange juga.
Kalau kita memperhatikan di peta, perjalanan menuju Pinrang ini, ialah perjalanan menyusuri garis pantai. Sepanjang perjalanan anda hanya akan menemui beberapa empang, dan beberapa aktifitas para nelayan, ada juga para petani di sawah yang masih menunggu daun padinya menguning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar